Jumat, 25 November 2011

Saat Tragedi Mendatangi Hidup Kita



Maulana Syaikh Nazhim Adil Al-Haqqani

(Saat Tragedi Mendatangi Hidup, Bagaimana Kita Menjaga Iman Kita akan Rahmah Allah SWT )



Pertanyaan: "Syaikh Nazim Effendi, saat kita menyaksikan keindahan terbitnya matahari dan langit tanpa batas yangpenuh dengan bintang, kita merasa dan mengetahui dengannya akan keberadaan Sang Pencipta dan bahwa Ia adalah Maha Agung. Tapi, terkadang dalam hidup seseorang terjadi peristiwa yang menyedihkan dan mengerikan: ketika orang yang kita cintai wafat - orang tua, saudara, teman. Saat tragedi mendatangi kehidupan kita, bagaimanakah kita mampu menjaga iman kita akan rahmah Tuhan, bagaimanakah kita dapat merasakan bahwa Ia peduli akan apa yang terjadi pada setiap orang dari kita?"





Jawaban dari Mawlana Syaikh Nazhim Haqqani : Kini, tamu terhormat kita telah menanyakan suatu pertanyaan yang amat penting yang pasti ditanyakan oleh setiap orang di dunia ini dalam hatinya masing-masing. Kedua matanya telah terbuka akan Keagungan Tanpa Batas dari Sang Pencipta melalui keajaiban dan keindahan yang telah Ia Yang Maha Kuasa ciptakan untuk hal itu.





Karena itulah, ia memuji sang Pencipta dan berkata bahwa tanda-tanda yang menakjubkan dalam alam semesta ini dan kesempurnaan serta keharmonisan dari pergerakan rumit benda-benda langit, serta keseimbangan alam, akan menyebabkan seseorang tersadar akan Kebesaran Sang Pencipta, Sang Pemelihara dan Sang Pemandu dari Semua Ciptaan. Tamu kita tersebut telah menyadari, sebagaimana semua orang yang beriman, bahwa Rahmat tanpa akhir dari Tuhan meliputi seluruh alam semesta, karena tanpanya baik diri kita maupun makhluk lain tak akan mampu wujud dan mendapatkan bagian rezekinya.





Ia telah melihat bahwa diri kita tengah berenang dalam Samudera-samudera Rahmat Allah. Tapi, ia bertanya, sebagaimana juga dilakukan begitu banyak orang, bagaimanakah kita bisa mendamaikan keimanan kita akan Rahmah Allah ini dengan kepahitan dan kengerian yang kita rasakan saat kematian orang-orang tercinta atau saat terjadinya peristiwa-peristiwa yang tampak kejam dan mengerikan di dunia ini. Ia tengah bertanya bagaimanakah kita mampu menangani keraguan yang merasuki pikiran kita berkaitan dengan rahmat tadi, bagaimanakah kita menangani suara yang berkata pada diri kita: "Jika Allah begitu penyayang, bagaimana mungkin Ia mengizinkan peristiwa-peristiwa seperti itu terjadi?" Kemarin kita telah berbicara tentang penciptaan Adam, dan kita berkata bahwa, menurut tradisi, Keturunan Adam telah dikaruniai kedudukan paling terhormat di antara seluruh makhluk di dunia ini, suatu kedudukan sebagai wakil-wakil (khalifah) dari Pencipta mereka.





Setiap makhluk boleh untuk meminta memiliki posisi yang demikian tinggi itu, tapi Allah Ta'ala mengingatkan mereka semua, dengan bertanya: "Siapa di antara kalian yang siap untuk membayar harganya dan memikul beban dari kedudukan yang paling terhormat itu? Siapa yang mampu memikul kedudukan terberat itu di atas bahunya?" Ya, kepada seluruh ciptaan dipertunjukkan pada mereka sifat dan karakteristik kedudukan terhormat itu, beserta tanggung jawab-tanggung jawab yang menyertainya. Sebagaimana Allah Ta'ala menyatakan dalam Quran Suci: "Sungguh, telah Kami tawarkan amanah itu pada Langit, Bumi, dan gunung-gunung; dan mereka semua menolak untuk menerimanya, dan mereka takut untuk mengkhianatinya. Tapi, manusia, ia mengambilnya untuk dirinya sendiri dan memikulnya. Sungguh ia amat zalim, dan amat bodoh." [QS. 33:72]





Dan Allah Ta'ala membukakan bagi seluruh ciptaan apa yang termaktub dalam amanat itu, sehingga tak ada satu ciptaan pun yang akan berkelit bahwa ia telah dibebani suatu beban di luar dari apa yang ia sendiri telah terima. Sebagai hasilnya, ketika mereka dihadapkan pada pilihan itu, seluruh ciptaan menolak untuk mengambilnya bagi diri mereka sendiri, dengan mengatakan bahwa mereka tak dapat mempercayai diri mereka sendiri dengan suatu tugas yang memiliki kondisi dan persyaratan seperti itu (amanat); mereka berkata bahwa mereka takut menghadapi tantangan yang demikian berat seperti itu. Tapi manusia berkata, Aku dapat memikulnya. Aku siap untuk melakukan pengorbanan yang diperlukan, aku siap untuk membayar harganya." Di sinilah, kemudian, terletak jawaban bagimu.





Jika kalian mengklaim kehormatan itu, jika kalian menghargai kemuliaan posisi kalian sebagai "Mahkota Ciptaan", jika kalian mempertimbangkan bahwa hal yang memisahkan diri kalian dari anjing dan monyet tersebut, patut untuk dijaga, patut untuk diberi pengorbanan, maka kalian pun mesti siap untuk menerima dan setuju dengan keputusan dan takdir Tuhan kalian; itulah harga yang kalian bayar untuk kedudukan paling terhormat itu. Kalian tak boleh menolak apa yang Ia kehendaki dalam mengarahkan jalan kehidupan ciptaan-Nya.





Ia SWT melakukan apa pun yang Ia Kehendaki, dan kewajiban diri kita adalah untuk bersabar dalam perkara-perkara yang berada di luar jangkauan pengaruh kita (seperti ketakterhindaran kematian), demi kecintaan dari Tuhan kita, karena Ia telah berikan cinta-Nya pada keturunan Adam di atas semua makhluk lainnya. Lihatlah, Tuhan kita meminta Nabi Ibrahim alaihis salam untuk menyembelih putranya Ismail alaihissalam demi cinta Tuhannya. Dalam cerita ini terdapat suatu pelajaran bagi diri kita semua. Ia Ta'ala memerintah kan Ibrahim: "Sembelihlah anakmu demi Diri-Ku. Harga dari Cinta-Ku jauh lebih tinggi daripada pengorbanan dari cinta yang kau labuhkan pada putra kesayanganmu itu.





Berikan cinta itu (yang kini kau berikan bagi anakmu) pada-Ku pula: dengan menyembelihnya, berikan (cinta itu) pada-Ku." Kemudian Ibrahim bersiap untuk menaati Tuhannya, sekalipun syetan mencoba berulang kali untuk membujuknya. Dus, (dengan membuktikan kesiapannya untuk melaksanakan perintah Tuhan) Ibrahim membuktikan keteguhannya (istiqomah) dalam menaati perintah Ilahi. Tapi, Tuhan, yang tidak membutuhkan darah pengorbanan, melainkan menerima ketulusan yang dipersembahkan melalui kurban itu, mencegah pisau (milik Ibrahim) dari melakukan pemotongan.





Ia SWT memerintah pada pisau: "Jangan memotong!" Hingga ketika Ibrahim berusaha menyembelih leher anaknya, pisau itu tak juga dapat memotong, bahkan tak mau untuk menyayat segores pun, sekalipun Ibrahim telah mengasahnya sendiri dengan kerajinan dan ketekunannya. Berulang kali ia menggoreskan pisau itu atas leher halus putranya, tapi tanpa ada hasil. Pada akhirnya Ibrahim melempar pisaunya. Dan untuk menunjukkan pada Ibrahim, akan Kekuatan dari Kehendak-Nya, Ia Ta'ala membuat pisau itu menebas menembus suatu batu besar bagaikan sebilah pisau menyayat sepotong keju.





Kemudian seorang Malaikat muncul di hadapan Ibrahim yang tengah terkejut, berkata: "Wahai Ibrahim, jangan kau berpikir bahwa pisaumu tumpul! Kau telah buktikan ketulusanmu, kini ambillah domba ini dan sembelihlah ia..." Allah Ta'ala telah mengaruniakan Cinta Ilahiah-Nya pada keturunan Adam, dan kita telah merespon pada Tuhan kita, dengan mengatakan: "Kami adalah benar bagi-Mu, wahai Tuhan Kami." Kemudian Ia Yang Maha Agung berkata, "Akan Kucoba dirimu, untuk menguji seluruh diri kalian untuk melihat siapa yang benar atas klaimnya mencintai-Ku." Siapakah yang mampu bertahan dengan cobaan seperti yang menimpa Ibrahim? Tapi, dalam keseluruhan hidup kita, banyak pula berbagai cobaan menimpa, dan dengan bersabar dalam menghadapi cobaan-cobaan itu, kita akan memperoleh cinta tanpa batas dari Tuhan kita.





Salah seorang wali terkenal dalam Islam adalah Raja dari negeri Balkh, yaitu Ibrahim bin Adham. Ia meninggalkan kerajaannya demi Tuhannya dan pergi untuk hidup dengan apa yang ia peroleh dari melakukan kerja buruh yang kasar, dan mendarma baktikan waktu luangnya, dan seluruh hatinya, untuk pengabdian bagi Tuhannya. Saat ia turun dari tahtanya, ia pergi meninggalkan pula di belakangnya istri yang tengah hamil. Setelah dua belas tahun, anak laki-laki yang dilahirkan istrinya tersebut mulai bertanya tentang ayahandanya Sang anak pun pergi mencari ayahandanya, dan berhasil melacak jejak ayahnya hingga akhirnya ia menjumpai ayahandanya di Makkah.





Ibrahim bin Adham mengetahui bahwa anak tersebut adalah putranya, begitu ia pertama kali melayangkan pandangan matanya pada wajah mulia sang anak. Ibrahim bin Adham berkata: "Kau adalah putraku." Sang anak berkata: "Kau adalah ayahandaku." Kemudian Ibrahim bin Adham berdoa pada Tuhannya: "Wahai Tuhanku, Kau lebih tahu bahwa hingga kini, seluruh cintaku hanya kupersembahkan bagi-Mu. Kini telah kulihat bahwa sebagian cintaku telah berlabuh pada putraku ini. Wahai Tuhanku, seluruh yang kuinginkan dalam hidup ini adalah agar keseluruhan hatiku murni hanya teruntuk bagi-Mu; karena itu aku memohon-Mu untuk mengubah cinta yang ada dalam hatiku bagi anakku ini menjadi cinta bagi-Mu."



Kemudian Allah Ta'ala memanggil ruh anak laki-laki Ibrahim bin Adham ke Hadirat Ilahiah-Nya (yaitu mewafatkannya, penerj.) Cinta yang dimiliki sang anak bagi ayahnya telah ditransformasikan menjadi Cinta Ilahi, sehingga ia pergi ke Hadirat Ilahi dalam keadaan suci sempurna; dan cinta yang dimiliki Ibrahim bin Adham bagi putranya tersebut juga menembus relung Cinta Ilahiah, bersatu dengan Samudera - samudera Cinta Ilahiah dalam kalbu kewaliannya.





Allah Ta'ala adalah "Al-Ghayyur" atau "Tuhan Yang Pencemburu". Ia menyuruh diri kita untuk menyatukan semua cinta yang kita rasakan, ke dalam Cinta Ilahiah-Nya; untuk mengambil cinta yang kita miliki dan rasakan bagi orang-orang tercinta kita dan mentransformasikan nya, mengubahnya menjadi suatu cinta yang akan menembus relung Cinta Ilahi. Inilah makna dari Ia yang menginginkan suatu "kalbu suci (qalbun saliim) dari hamba-hamba-Nya, karena semua yang kau cintai dalam diri kekasih-kekasihmu (orang-orang yang kau cintai) tak lain tak bukan adalah suatu tarikan dari seberkas sinar atribut-atribut Tuhanmu yang kau lihat dalam diri mereka, yang berkilau melalui keakraban di antara dirimu dan diri mereka lalu menjangkau hatimu.





Semua orang-orang yang kau cintai itu akan mati, dan begitu pula dirimu; tapi jika cinta itu mencapai penerima sejati dari semua cinta, maka tujuan utama dari cinta manusia telah teraih, dan hal ini diterima serta menyenangkan dalam Hadirat Ilahiah. Namun, jika kita gagal untuk berserah diri pada keputusan Tuhan kita akan kefanaan dari seluruh makhluk-makhluk-Nya, dan membenci-Nya karena menaruh diri kita dalam suatu wujud sementara yang dipenuhi bayangan-bayangan, keadaan dan perasaan yang berlalu, maka hidup ini pun akan menjadi suatu pil yang terlalu pahit untuk ditelan. Dalam kasus seperti itu, hidup pun dengan sendirinya menjadi suatu samudera kesedihan, karena bagaimana pun Ia SWT memanggil semua hamba-hamba-Nya, satu demi satu, kembali ke Hadirat Ilahiah dan meninggalkan diri kita dan dunia ini.



Dialah Tuhan kita, satu-satunya Pemelihara keberadaan diri kita. Dia memiliki hak dan kekuasaan atas kita dan mencoba diri kita untuk melihat siapakah yang benar dan berpegang pada cinta dari Tuhan mereka. Karena itulah, segala macam bentuk kejadian bisa terjadi: orang-orang tercinta bisa mati, orang-orang muda mati, saudara, orang tua, istri atau suami akan mati. Kemudian, Ia akan melihat apa yang kalian lakukan: Dapatkah diri kalian mengubah cinta kalian dan membuat tragedi tersebut menjadi suatu sebab untuk meningkatkan cinta kalian pada Tuhan kalian? Begitu sedikit orang memahami hal ini, dan karena itulah mengapa mereka tak mampu melihat Hikmah Ilahiah di balik peristiwa-peristiwa yang menyedihkan.





Mereka tak menyadari bahwa Tuhan kita tengah mengisyaratkan pada diri kita untuk mencintai-Nya sepenuhnya dan secara eksklusif; karena itulah mereka menjadi menderita. Segala sesuatu yang Ia Ta'ala berikan pada Anak Adam adalah sementara, tak berharga untuk cinta sejati itu. Kalian harus memberikan cinta kalian pada Dia yang selalu wujud dan eksis - dari pra-keabadian hingga pasca-keabadian. "Maha Suci Dia Yang Maha Hidup (Tuhan), yang bagi-Nya tak ada Kematian" Karena itu, kalian mesti tersadar akan hakikat-hakikat ini dan jangan pernah berpikir bahwa kejadian-kejadian di sekitar kalian itu mewakili keputusan-keputusan dari seorang Tuhan yang tak punya belas kasihan. Tidak! Karena dalam kejadian-kejadian yang nampak kejam tersebut terkandung kasih sayang tanpa batas, sebagaimana Tuhan kita akan membalas kebaikan bagi diri kita sesuai dengan kerasnya cobaan yang kita alami: balasannya adalah lebih banyak, lebih banyak, dan lebih banyak lagi Cinta-Nya.





Kapan pun kejadian-kejadian yang menyedihkan dan tak disukai menimpa dirimu, Tuhanmu menjadikannya sebagai sarana bagimu untuk mendekat pada-Nya, agar Ia menumpahkan Samudera-samudera Cinta-Nya yang tanpa akhir bagi hamba-hamba-terkasih-Nya. Ini adalah suatu titik yang paling penting dan yang paling berat. Kita harus memahami hikmah-hikmah ini dan maknanya. Tapi, pemahaman akan hikmah ini akan tetap menghindari diri kita selama masih saja berpikir bahwa ini semua hanyalah sekedar kata-kata. Cinta Ilahiah itu harus dirasakan. Sekalipun saya banyak mengulang kata-kata, "Madu, madu, madu..." atau melukiskan karakteristik dan cita rasa madu, kalian tak akan mampu merasakannya, dan tak akan terpuaskan. Hakikat-hakikat ini harus dirasakan, dan kecuali kalian telah mencapai titik itu, kalian pun tak akan memahami hal-hal ini lebih dari sekedar kata-kata.





Bihurmati habib, al Fatihah , Wa min Allah at Tawfiq

Ilmu:Lentera Di Dada Setiap Kita

OLEH : SANG RUH

Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarokaatuh.

Alhamdulillaah,Alhamdulillaahilladzii Fadldlola Banii Aadama Bil'ilmi 'Alaa Jamii'il 'Alam,

Asyhadu An Laailaaha Illallaah Wahdahu Laasyariikalah,

Wa Asyhadu Anna Muhammadan Abduhu Wa Rasuuluhu Sayyidul 'Arobi Wal 'Ajam,

Allaahumma Sholli 'Alaa Sayyidinaa Muhammad Wa 'Alaa Aali Sayydinaa Muhammad,

Wa 'Alaa Aalihi Wa Ashhabihi Yanaabii'il 'Uluumi Wal Hikam[Amma Ba'du]

Fa Yaa 'Ibaadallaah,Uushiikum Wa Nafsii Bi Taqwallaah,Fa Qod Faazal Muttaquun.

Qoolallahu Ta'aala Fii Kitaabihil Kariim Wa Huwa Ashdaqul Qooiliin:

Yarfaillaahulladziina Aamanuu Minkum Walladziina Uutul'ilma Darojaat.

Wa Qoolan-Nabiyyu Shollallaahu 'Alaihi Wa Salla:

Faman aroodaddunya Fa'alaihi Bil'ilmi,Wa Man Aroodal-Akhiroh Fa'alaihi Bil'ilmi,

Wa Man Arooda Humaa Fa'alaihi Bil'ilmi.



Hadirin Jamaa'ah Jum'at yang dicintai Allah,

Pada khutbah awal ini,kami berwasiat kepada diri kami dan kepada seluruh jamaa'ah yang bersimpuh tawajjuh di Masjid yang mubarok ini:Marilah kita tinggatkan Iman dan Taqwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya Iman dan Taqwa.Dengan cara menyadari bahwa Iman itu masih telanjang dan pakaiannya adalah Taqwa.Pakaian Taqwa ini kita pakai dengan cara melakukan perintah-perintah Allah dan Rasul,serta menjauhi larangan-larangan Allah dan Rasul.Melakukan perintah dan menjauhi larangan ini pun--supaya ringan,dengan kesadaran bahwa adanya Allah dan Rasul itu memerintah,semuanya demi kemuliaan dan keluhuran derajat serta keselamatan bagi kita supaya memperoleh kebahagiaan dunia akhirat itu.Semua upaya ini kita lakukan,sekaligus agar menjadi teladan bagi anak cucu kita sehingga mereka semua--sebagai permata hati kita,bisa merasakan kemuliaan dan keluhuran derajat serta keselamatan yang sama,agar mereka semua juga bahagia dunia akhirat,amin ya rabbal'alamiin.



Hadirin Jamaa'ah Jum'at yang dicintai Allah,

Gusti Kanjeng Nabi Muhammad saw menyatakan bahwa ilmu itu cahaya,mata kita bisa melihat sesuatu itu karena adanya cahaya,demikian juga mata hati kita bisa menyaksikan sesuatu karena adanya cahaya.Makanya di dalam Islam menuntut ilmu itu diwajibkan bagi setiap muslim dan muslimat karena dengan ilmu itulah kebahagiaan dunia dan akhirat itu bisa tercapai.Dengan demikian ilmu adalah kunci untuk membuka semua masalah dalam hidup ini,sehingga manusia dalam menempuh perjalanan hidupnya akan dapat cerdas mengatasi masalah-masalah itu,baik masalah dunia atau pun masalah akhirat.Dengan demikian juga,tidak ada yang sulit dalam hidup ini apabila kita memilki ilmu sehingga hidup akan dapat merasakan ketentraman,ketrentaman ini bukan karena tanpa masalah tetapi ketentraman itu diperoleh karena adanya kecerdasan mengatasi masalah-masalah.



Telah dinyatakan di dalam firman Allah yang sangat pendek ayatnya namun sangat dalam maknanya:Laqod kholaqnal Insaana Fii Kabad[Sungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah:QS Al Balad Ayat 4].Hal ini bisa kita runut mulai sejak lahir manusia mengawalinya dengan tangisan dan kala manusia mati juga ditangisi oleh sanak keluarganya.Dengan demikian hidup ini diawali tangis dan ditutup dengan tangis,sementara tengah-tenganya itu adalah susah payah,atau serba ketemu keruwetan-keruwetan,bisa disebut dengan bahasa lain ketemu cobaan-cobaan dan ujian-ujian melulu.Penempaan ini bukan tanpa alasan di mata Allah,tetapi ini merupakan sunnahNya dalam rangka tujuan-tujuan yang dikehendakiNya:siapa yang lebih bagus amalnya.Bisa digambarkan bagai padi yang ditumbuk supaya mengelupas kulitnya lalu menjadi beras,setelah itu beras dicuci agar menjadi bersih,kemudian dipanaskan dalam tungku api,jadilah ia nasi yang masak menjadi hidangan kehidupan.Atau bagai gandum ditumbuk sepaya kulitnya lepas,ditumbuk lagi agar lebih lembut,kemudian diolah dengan unsur yang lain,lalu dipanaskan dalam tungku api,jadilah roti yang menjadi hidangan kehidupan.Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang bisa menjadi gambaran dari sunah Allah ini,sehingga kerelaan dalam penempaan ini bagian dari dasar hidup yang akan mengantarkan manusia itu menjadi,sesuai yang dikehendaki Allah.Menyadari hal ini akan mengantarkan kesadaran manusia akan manisnya derita,karena derita yang berwujud penempaan itu akan memetamorfosiskan kehidupan manusia,bagai ulat-ulat menjadi kepompong dan kepompong menjadi kupu-kupu yang indah,dari kupu-kupu yang indah akan hinggap pada bunga-bunga yang sedang mekar,dari situ kupu-kupu memperoleh makanan dan kembang berubah menjadi buah-buah,begitu seterusnya tanpa henti.



Hadirin Jamaa'ah Jum'at yang dicintai Allah,

Manakala manusia tidak punya harta itu sebuah masalah,namun kala punya harta juga jadi masalah.Manakala manusia sakit itu masalah,namun kala sehat juga masalah.Manakala manusia tidak punya anak itu masalah,namun kala punya anak juga masalah.Manakala manusia tidak punya istri itu masalah,namun kala punya istri juga masalah.Manakala manusia tidak punya pekerjaan itu masalah,namun kala sudah dapat pekerjaan juga masalah.Bila dirunut terus masalah itu tiada henti,kalau manusia tidak memahami akan fungsi hadirnya masalah-masalah itu semua maka manusia akan memiliki salah sangka kepada Allah,yang pada ujungnya menyatakan bahwa Allah itu tidak sayang kepada dirinya.Dan dari sinilah akan muncul kegelapan hidup yang akan menggiring manusia kepada keputus-asaan.



Dari sinilah urgensi manusia akan bimbingan hidup yang berwujud ilmu agar manusia bisa menemukan hasil-hasil hikmah dibalik masalah itu semua,sebagai wujud kasih sayangNya.Dan Allah menyuguhkan hidangan yang tak terhingga kepada manusia untuk merasakan manisnya hikmah dibalik semua masalah-masalah ini.Hidangan itu bisa berwujud ayat-ayat kauniyah alam semesta,bisa berwujud ayat-yat qauliyah dalam bentuk kitab-kitab yang diturunkan kepada para Nabi dan RasulNya,bahkan Kanjeng Nabi Muhammad saw menyatakan:Hai manusia,lakukanlah apa-apa yang ada di "dzamirmu".Hadis ini Kanjeng Nabi saw menunjukkan kepada manusia akan cahaya,yang disebut ilmu itu.Cahaya ini merupakan pantulan dari hati yang disebut bagai cermin oleh Imam Ghazali,yang memantulkan cahayaNya.Kalau alam,bila siang ada cahaya matahari,manakala malam ada cahaya rembulan dan bintang-bintang.Dalam hati juga demikian,ada pantulan cahaya Allah dan RasulNya itu beserta para ahli-ahli hikmah,yang menjadi lentera di setiap dada kita untuk menunjukkan jalan dalan titian lorong-lorong waktu ini.



Hadirin Jamaa'ah Jum'at yang dicintai Allah,

Dalam khutbah ini,kami tidak menyampaikan rincian-rincian ilmu,namun hanya menunjukkan sumber cahaya itu.Adapun untuk menemukan sumber cahaya itu manusia harus berjuang melintasi beberapa lapis yang ada dalam dirinya,lapis-lapis itu bisa diketahui dari Hadis Qudsi:Hai Anak Adam,dalam dirimu ada Jasad,dalam jasad ada Shudur,dalam sudur ada Fuaad,dalam fuaad ada Qalbu,dalam qalbu ada Tsaqaf,dalam tsaqaf ada Sirr,dalam Sirr itulah Aku.Inilah sasaran dari apa yang disampaikan oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw:Hai manusia,lakukan apa-apa yang ada di "dzamirmu" itu.



Apa-apa yang ada di "dzamir" ini,bila dikeluarkan wujudnya maka akan ada titik temu dengan apa-apa yang disampaikan oleh para kekasihNya,yani para Nabi dan para Rasul itu.Sehingga diturunkannya agama-agama sejak dulu melewati para Nabi dan Rasul ini pada intinya sebagai manifestasi cinta Allah kepada manusia,wujudnya adalah ilmu,dan ilmu itu cahaya,dan cahaya itulah lentera yang ada di setiap dada kita.



Demikianlah,semoga uraian sederhana ini berdaya guna bagi kita untuk menggapai cahayaNya,sehingga kita bisa mencapai kebahagiaan dunia ahirat,dengan tanpa henti berjuang sungguh-sungguh,sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Kanjeng Nabi Muhammad saw itu.



Barokallahu Lii Wa Lakum Fil-Qur'aanil 'Addziim,

Wa Nafa'anii Wa Iyyaakum Bimaa Fiihi Minal Ayaati Wa Dzikrim Hakiim,

Aquulu Qauli Hadzaa WasTaghfiruuhu Innahu Huwal Ghafuuruurrahiim.

Tanya: Mengenai Pengendalian ego

http://eshaykh.com/sufism/ego-2/

Tanya:

Assalamualikum!

Saya ingin tahu bagaimana saya dapat menyingkirkan ego saya sepenuhnya karena saya menyadari bahwa Mahdi (as) akan segera datang dan saya ingin bersiap-siap sepenuhnya? Mohon doanya untuk keluarga saya dan saya agar dapat bersama beliau dan semoga Allah mengampuni saya dan memberkati semua.

Jazakallah!



Jawab:

Wa `alaykum salam,

Insya-Allah Mawlana berdoa untuk Anda.

Menjinakkan ego memerlukan disiplin spiritual, termasuk: puasa, salat malam, khalwat yang memerlukan kerendahan hati dan kesabaran. Mawlana Syekh Nazim telah memberikan nasihat yang kuat bahwa, “Hanya puasa yang dapat menutup pintu kejahatan…”



Silakan lihat video berikut ini: Spiritual Alchemy from Bitter to Sweet



Mengontrol Egomu

Bersama dengan ego, kita juga dikaruniai dengan Akl-wal-Iradath — kontrol atas keduanya. Akl memberi kalian pikiran dan kehendak untuk mengontrol ego. Allah tidak akan memberi kita ego (nafs, atau nafsi dalam bahasa Indonesia) kecuali ia dapat dikontrol dengan Akl-wal-Iradath — pikiran dan kehendak.

Mengontrol ego melalui pikiran dan kehendak adalah hal yang dapat dilakukan, tetapi pada umumnya manusia mengikuti keinginan ego mereka. Yaitu untuk bersenang-senang dan kehilangan kehendak dan pikirannya sampai ia terjatuh dan membelah kepalanya menjadi dua bagian. Hanya ketika kewarasannya kembali ia akan menyadari bahwa ia salah. Oleh sebab itu, tidak ada orang yang mengikuti egonya namun berakhir dengan bahagia. Itu adalah mustahil.

Jika kalian mengikuti ego kalian, sesuatu akan terjadi sebagai sebuah hukuman baik sekarang maupun besok. Jika bukan besok, mungkin pada hari berikutnya. Seseorang yang mengikuti egonya suatu saat pasti akan mendapati hukumannya. Kalau tidak, maka itu adalah mustahil karena Allah (swt) tidak akan membiarkan orang itu sampai ia merasakan pahitnya hukuman yang diberikan dan sampai ia bertobat dan memperbaiki jalan hidupnya. Selama ia mengikuti egonya (nafs), ia selalu berada di dalam bahaya.

Berurusan dengan ego kita adalah perkara yang sulit, karena ia sangat membangkang, dan sulit sekali untuk mencapai kesepakatan dengannya. Kalian tidak bisa membuat suatu kesepakatan dengan ego kalian karena kalian tidak bisa mempercayainya. Setelah berkata “Ya” terhadap sesuatu, beberapa saat kemudian ia akan berubah mengatakan “Tidak”; ia akan mengatakan, “Aku tidak berkata ‘Ya’. Jika aku mengatakan “Ya”, sekarang aku katakan ‘Tidak’ apakah kalian suka atau tidak; itu tidak masalah. Aku tidak peduli apakah aku mengatakan ‘Ya’ atau ‘Tidak,’ aku (nafs) akan melakukan apa yang kusuka.”

Oleh sebab itu, tidak akan ada kesepakatan dengan nafs karena nafs itu menentang Pencipta-Nya dan ia menentang semua Nabi, menentang semua Awliya, menentang semua orang saleh, menentang kalian, dan menentang semua manusia. Ia hanya berteman dengan Setan. Perhatikanlah nafs kalian sewaktu-waktu, dan lihatlah bahwa ia selalu mencintai (muhabbah) — sangat mencintai dan bersahabat dengan Setan.

Setiap saat kalian berpikir untuk mengontrol nafs kalian, kalian akan segera melihat bahwa ia mendorong pada sesuatu yang rendah bagi kalian dan bagi yang lainnya. Ya, kalian tidak bisa menemukan ego kalian menjadi bersahabat dengan sesuatu yang baik, atau bersahabat dengan kalian, bersahabat dengan Allah (swt), atau bersahabat dengan para Nabi, karena ia adalah seorang musuh.

Jadi jangan percaya dengan ego kalian, sebagaimana Nabi (s) berdoa:

“Allahumma la takilni ila nafsi tarfatha-`ain.”

“Wahai Tuhanku, jangan tinggalkan aku pada egoku walau hanya sekejap mata.”



Gigitan Kobra

Bahkan dalam waktu yang singkat, ego dapat menyakiti kalian dan menggiggit kalian seperti seekor ular. Dapatkah kalian mempercayai seekor kobra? Jika kalian mempercayainya, masukan ia ke dalam baju kalian, lalu tidur. Jika kobra itu berbahaya dalam skala satu, maka ego kita lebih berbahaya tujuh puluh kali lipatnya.

Kita tidak merasa nyeri ketika digigit oleh ego kita—seperti halnya orang yang mabuk yang mengalami kecelakaan. Pada awalnya mereka tidak merasakan sakit, tetapi ketika mereka sadar dari mabuknya, barulah mereka merasakan sakitnya. Kita terlalu asyik meminum anggur dari kehidupan ini, dari dunia ini. Oleh sebab itu, kita tidak merasakan gigitan ego kita sampai kita dimasukan ke dalam kubur. Pada saat itu, begitu banyak kobra akan datang, paling tidak ada tujuh puluh; barulah orang akan mengetahui betapa berbahayanya egonya. Para malaikat akan mengatakan kepadanya bahwa kobra-kobra itu tidak berasal dari luar tetapi dari dalam dirinya. Mereka adalah kobra dari ego yang telah dipelihara semasa hidupnya. Di dunia orang itu memberinya makanan, sehingga ia tumbuh menjadi besar. Kobra-kobra itu bukanlah kobra yang kecil. Karena selama hidupnya, orang itu memberinya makan, dan sekarang mereka keluar; ia dapat melihatnya melalui kalbunya. Kobra itu datang dan menggigitnya. Ia menggigitnya dari luar dan dari dalam. Ini adalah ego yang mengerikan. Oleh sebab itu, setiap Nabi meminta perlindungan dari ego.



Menolak Keinginan Ego

Jadi, jangan percaya atau membiarkan ego kalian berbuat sesukanya. Paling tidak, beberpa kali kalian harus bisa menolak keinginan nafs kalian. Pertama, sangat sulit untuk menghilangkan keinginan nafs kalian. Tetapi sebagaimana Nabi (s) dan Allah (swt) telah memerintahkan untuk memerangi nafs, kalian harus berusaha untuk melakukan sesuatu untuk menentangnya melawan keinginan nafs. Barangkali kalian bisa berusaha untuk menyenangkannya beberapa kali dalam sehari, tetapi paling tidak beberapa kali, berusahalah untuk tidak memberi apa yang diminta oleh nafs kalian. Kalian mengetahui banyak hal yang tidak berguna atau bisa membahayakan, tetapi karena kalian telah terbiasa, itu membuat kalian tidak bisa menghentikannya. Jika kalian tahu bahwa itu berbahaya, maka jangan diulangi. Lakukan sekali atau dua kali, tetapi bila ego kalian memintanya lagi, kalian harus mengatakan, “Tidak”. Katakan itu sekali, “Aku tidak mau mendengarmu hari ini.” Kemudian lakukan lebih dari sekali, atau katakan, “Aku tidak akan mendengarmu lebih dari dua kali.” Kalian dapat mengatakan hal ini dan menolak ego kalian, dan kalian harus mencobanya paling tidak sekali dalam 24 jam.

Kalian dapat mengatakan, “Aku baru sekali menolak keinginan egoku,” walaupun sekali, kalian mempunyai cahaya, walaupun kecil, dan itu berarti kalian mempunyai kekuatan spiritual yang dapat membuat kalian menggunakan kehendak kalian walaupun sekali. Jika kalian tidak berhasil paling tidak sekali, kalian harus tahu bahwa kalian belum mati. Jika kalian menolak, walaupun hanya sekali, itu artinya ada iman yang memberi kalian kehidupan spiritual, dan bahwa kalian masih hidup dan kalian dapat menjaganya dan meningkatkannya dari sekali menjadi dua kali, lalu tiga kali dan seterusnya.

Itulah jalan untuk mengontrol ego kalian, mulai dari sekali setiap hari. Paling tidak satu keinginan ditolak untuk makan, minum, untuk melihat-lihat, untuk bicara, untuk tidur, untuk memberi, dan untuk mengambil. Ada banyak hal di mana ego kalian dapat berkata, “Tidak,” dan kalian harus mengatakan, “Ya.” Jika ego kalian mengatakan, “Ya,” kalian harus mengatakan “Tidak,” walaupun sekali. Itulah metode yang dapat kalian raih untuk dapat menyempurnakan pengendalian ego kalian. Jika tidak ada kemauan dari seseorang dan ia tidak menggunakan kehendaknya, jangan terkesan dengan pakaiannya (penampilannya), walaupun ia adalah manusia. Tidak, itu sudah berakhir.

Jika seseorang tidak mampu menggunakan kehendaknya untuk mengontrol egonya, maka levelnya masih berada di level binatang karena binatang tidak mempunyai suatu kehendak (iradat). Kalian telah dimuliakan dengan mempunyai kehendak. Oleh sebab itu, walaupun sekali, gunakan kehendak kalian untuk melawan ego kalian, dan kalian akan mampu mencapai pengendalian yang sempurna.



[Dikutip dari buku satu, Sufi Spiritual Practices for Polishing of the Heart oleh Mawlana Syekh Nazim]



Terakhir, insya-Allah Anda akan menemukan lebih banyak nasihat di bawah ini:



Saya ingat ketika saudara saya Syekh Adnan dan saya masih muda, Grandsyekh mengatakan kepada kami untuk melakukan wirid antara `Ashar dan Maghrib, Maghrib dan `Isya’ dan pagi hari sampai waktu isyraq, dari setengah jam atau satu jam sebelum Subuh sampai isyraq, dan beliau berkata, “lakukan pengasingan diri.” Beliau mengatakan kepada kami agar menutupi diri kami dengan kain seprai atau selimut. Ketika Anda menutupi diri Anda sendiri, Anda tahu bahwa Anda berada dalam batasan-batasan; ini adalah makam duniawi Anda. Anda tidak bisa keluar sebelum menyelesaikan wirid Anda. Kita menutupi diri seolah-olah mengasingkan diri, memutuskan diri kita dari kehidupan normal, di dalam kotak persegi itu. Anda tidak dapat bergerak ke kanan atau ke kiri ketika sedang melakukan wirid Anda. Jadi koneksi kepada Syekh Anda ketika Anda sedang melakukan wirid akan membawa Anda ke hadirat Nabi (s), dan dari hadirat Nabi (s), beliau membawanya ke Hadirat Allah (swt).

Anda duduk di dalam selimut. Jika panas, gunakan kain yang tipis, karena Setan mengatakan kepada Anda, “Kau kepanasan, lepaskan itu.” Di dalam setiap ibadah ia datang untuk mengatakan kepada Anda agar berhenti melakukannya.Saya biasa melakukannya dengan suara nyaring—Anda dapat melakukannya dengan suara nyaring (jahar) atau khafi, dalam hati, tetapi ketika Anda melakukannya dengan suara nyaring, Anda dapat menghentikan gosip yang masuk, karena Anda bermeditasi pada apa yang Anda baca.

Dengan menutupi diri Anda, seolah-olah Anda mengisolasi diri Anda sepenuhnya dari dunia luar. Anda merasakanya kenyamanan di sana, hari demi hari. Kunci itu adalah salah satu kunci yang kita perlukan di dalam perjalanan kita.

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani

[dikutip dari Who Are the Guides, dan sebuah shuhbat tanggal 17 November, 2007 oleh Syekh Muhammad Hisyam Kabbani]



Staff

http://eshaykh.com/sufism/ego-2/