Selasa, 30 November 2010

Cahaya Cinta

oleh Kiai Budi pada 28 November 2010 jam 20:46

Sedulurku tercinta,mungkin orang banyak yang jenuh lalu bosan dan apatis terhadap sejarah yang carut marut,dimana wajah anggun peradaban seolah lenyap dan tinggal kenangan.
Kekerasan demi kekerasan menghiasi bumi,negara,keluarga dan diri sendiri,sehingga kesantunan hidup musnah dan nampaklah wajah beringas sebagai letupan kemarahan--mudah tersentil.

Seolah keadaan ini mengotori kehidupan secara luas,tetapi tidak bagiku,kehidupan yang dicipta dengan cintaNya ini akan selalu memilki harmoni,sementara kotoran itu akan dikembalikan kepada siapa yang mengotorinya.
Aku mendengar banyak orang yang gelisah dan tidak tenteram,aku mendengar keluarga yang terkoyak,aku mendengar kampung yang bentrok gara-gara pesoalan yang tidak jelas jluntrungnya,aku mendengar antar desa saling perang,aku mendengar antar wilayah porak poranda karena permusuhan,aku mendengar antar negara bersitegang karena perang berbagai kepentingan,aku mendengar,aku mendengar,aku mendengar.

Agama yang notabene menentramkan manusia ternyata diperalat juga untuk membenarkan konflik itu sehingga keadaan menjadi tambah tak terkendali,semua berujung kepada tragedi kemanusiaan: terkoyaknya jiwa-jiwa dan raga-raga.Ada sebuah syair yang mengatakan: aku heran ada orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,tetapi aku lebih heran lagi ada orang yang membeli dunia dengan agama,yang lebih mengherankan lagi dari keduanya adalah orang yang menjual agamanya dengan dunia,yang lain adalah orang yang menghutangkan agama itu--inilah yang lebih mengherankan lagi.Dalam kaitan ini Rumi menyatakan:pertengkaran orang dewasa itu sama tidak berartinya dengan pertengkaran dunia kanak-kanak.Bahkan beliau menyatakan juga bahwa induk dari segala berhala adalah apa yang disebut:aku atau kami.Adalagi syair Jawa yang menyatakan bahwa b anyak orang yang tahu tentang dalil-dalil tetapi suka mengkafirkan pihak lain,sementara kafirnya diri sendiri tidak sempat digubris,kafirnya diri sendiri ini bentuknya adalah kotornya hati dan akalnya itu.

Bukankah dalam realitas sosial sering terdengar: aku harus menang dan harus kuasa,hal ini menjadi ruh terjadinya konflik berkepanjangan,rumit dan jlimet itu.Bukankah dalam banyak kasus bentrok itu bagian dari pertentangan yang saling mencari klaim: kami harus menang dan harus kuasa,hal ini menjadi pembangkit peperangan yang tidak lucu itu.Dimanakah "kita" dalam pengertian kebersamaan itu?Kita dalam komitmen sama-sama makhluk Sang Khalik,yang harus saling mengenal anatar pribadi,suku dan bangsa itu.Kita dalam pengertian sebagai keluarga Tuhan semua,sebagaimana firmanNya itu: semua makhluk adalah keluargaKu.Ternyata aku lihat semua bentrok itu berada dalam lapisan buih--kalau diibaratkan samodra,dan buih itu semua berada di pinggir-pinggir pantai,di manapun--kata Rumi--kalau di pinggir pantai yang akan ditemukan adalah penjajah demi penjajah-- yang hanya berbicara kuasa bukan cinta.

Dalam sunyi di kedalaman semesta ternyata masih aku temukan butiran mutiara-mutiara yang tak terhingga banyaknya,dari sinilah aku selalu yakin terhadap cinta itu selalu ada dan abadi.
Dan buih yang terapung itu ternyata akan lenyap lalu menjadi butiran-butiran pasir di pinggir pantai yang indah juga--di tanganNya.Cinta akan mensucikan segala yang najis,cinta akan mendekatkan segala yang jauh,cinta akan medamaikan segala yang konflik,cinta akan mewangikan segala yang busuk,cinta akan meringankan segala yang berat,cinta akan menyembuhkan segala yang sakit,cinta akan memaafkan segala yang salah,cinta akan meng-emaskan segala yang tembaga,cinta akan menyambung segala yang putus,cinta akan memudahkan segala yang sulit,cinta akan memaniskan segala yang pahit,cinta akan menggembirakan segala yang menyusahkan,cinta akan mensenyumkan segala tangisan,cinta akan mensahayakan segala raja,cinta akan,cinta akan,cinta akan......

Kawan-kawan,sudah saatnya segala bentuk kekerasan dan pertentangan harus dihentikan,lebih-lebih kekerasan bernuansa agama dengan cahaya Cinta,di tengah puing peradaban jangan putus asa karena selalu ada cahaya,di tengah porandanya sejarah jangan putus harapan karena selalu ada harapan itu sendiri,abadi...

Senin, 29 November 2010

Keteladanan Dalam Totalitas Sahabat Abu Bakar


Antara satu sahabat dan sahabat yang lainnya memiliki keutamaan yang berbeda-beda. Tapi pasti masing-masing sahabat mempunyai sirrul A’dzom, keutamaan yang luar biasa. Keutamaan sahabat Abu Bakar, Sahabat Umar, Sahaba Utsman, Sahabat Ali semuanya hakikatnya adalah untuk umat. Bahkan kelemahan mereka adalah untuk umat. Mohon sampai sini tidak disalah pahami.

Pada uraian sebelumnya saya membahas tentang sahabat Abu Bakar. Sahabat Abu Bakar ini adalah sosok yang pengabdiannya pada agama dan pada Nabi Saw sangat total. Sebagai ilustrasi kita merujuk pada peristiwa Hijrah Nabi Saw. Bermula ketika di Gua Tsur Sayidina Abu Bakar Sidiq menutup lubang-lubang yang ada di gua itu dengan pakaian beliau, ketika masih ada lubang yang tersisa, terpaksa lubang tersebut beliau tutup dengan jempol kaki beliau.

Sebab biasanya lubang-lubang di Gua di huni oleh hewan-hewan berbisa, seperti ular, kala jengking dan binatang lainnya. Kehawatiran Sayidina Abu Bakar terjadi, jempol beliau dipatuk ular (menurut pendapat lain oleh kala jengking). Beliau menahan sakit yang luar biasa itu sampai tubuhnya gemetar, keringat bercucuran. Beliau tahan agar tidak mengganggu Nabi Saw yang sedang tidur, sedang isirahat.

Demikian akhlak, pengorbanan Sayidina Abu Bakar Sidiq terhadap Nabi Saw, sampai seperti itu. Kalau kita ke kiai kita sendiri ketika kiai kedatanga tamu, padahal kiai sedang tidur, kita berani menetuk pintu kamarnya. Anak terhadap orang tuanya juga demikian. Adab atau tatakrama Sahabat Abu Bakar pada Rasulullah Saw seperti itu. Teladan Sahabat Abu Bakar itu sangat luar biasa, teladan pengabdian umat pada Nabinya.

Ini sebenarnya teladan bagi kita semua untuk mengabdi pada guru, sesuai kemampuan kita. Pengabdian pada guru bisa mengantarkan pada futuh (dibuka pemahaman terhadap ilmu dan diberikan taufiq untuk mengamalkannya), sebab manfaatnya ilmu tidak terkait dengan kepintaran pelajar sendiri. Umpanya kalau di pesantren tidak sedikit santri yang hafal kitab Ibnu Aqil, Amrithi nya luar biasa, penguasaan ilmu alatnya tidak diraukan, tapi ilmunya tidak manfaat.

Keistimewaannya Sahabat adalah mereka memiliki Akbarul Mafatih, sahabat mempunyai kunci futuh yang sangat sangat isimewa, sangat luar biasa. Sebab itu alimnya tidak seberapa tapi manfaatnya luar biasa. Kita sekarang mempunyai kitab menumpuk, tafsir Al Quran ada ribuan jilid dengan judul dan pembahasan yang beraneka ragam, adapaun sahabat pengetahuan agamanya hanya menunggu dari apa yang disampaikan Nabi Saw, menunggu wahyu turun. Ilmunya pasa-pasan.

Tapi maqomah (kedudukan) ilmu yang sedikit itu bisa menjadi luas luar biasa. Seperti garam yang menyebar dan menyatu di lautan luas. Makanya sebodoh-bodoh-nya Sahabat tetep alim, sebodoh-bodohnya sahabat adalah seorang ‘Arif. Se-agung dan setinggi-tinggi-nya pangkat wali pada umat ini tidak dapat mengalahkan keutamaan sahabat yang sangat bodoh. Sahabat itu demikian adanya dan diberi futuh yang sangat besar oleh Allah Swt.

Kembali ke kisah tadi diatas. Setelah Nabi terjaga dan tahu apa yang terjadi pada Sayidina Abu Bakar, Nabi Saw mendoakan Sayidina Abu Bakar. Nabi Saw membacakan fatihah, setelah di bacakan fatihah jempolnya Sayidina Abu Bakar yang membengkak pulih seperti semula. “Abu Bakar Sidiq, kamu akan mati syahid sebab kejadian ini, dan keturunanmu akan menjadi para syuhada...”. Doa Nabi ini terbukti. Saya kasih contoh dua saja. Pertama Sayidi Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi, beliau ini keturunannya Sayidina Abu Bakar, yang kedua Sayid Bakri yang mempunyai Sholawat Fatih; Allahumma Sholi ‘Ala Sayidina Muhammad Al Fih lima ugliq, wal Khotimi lima sabaq, nashiril Haq bil Haq walhadi ila Sirotil Mustaqim Sholollahu alaihi wa ala alihi wa ashabibi haqqo qodrihi wamiqdarihil al Adzim.

Di Mesir, Yaman dan dibelahan bumi manapun siapa yang tidak kenal kebesaran Sayid Bakri siapa. Wali Agung, Mursyid Thoriqoh Kholwatiyyah. Dan siapa yang tidak tahu akan kehebatan Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi. Kitab-kitabnya sangat banyak, seperti Futuhat Al Makiyyah yang berjilid-jilid, al Washoya dan lain-lain. Selain banyak, karang beliau terkenal sulit, seperti Futuhat Al Makiyyah. Karena itu tidak sedikit para ulama demi kehati-hatian melarang orang yang belum mumpuni ilmunya membaca kitab itu. Karena untuk memhami kitab itu perlu menguasai perangkat ilmu-ilmu alat dan syari’at yang cukup.

Sayidina Umar juga demikian, wafatnya dibunuh, seperti sebab wafatnya Sayidina Abu Bakar adalah terkena racun waktu di gua Hiro itu. Kenapa ulama, aulia yang pangkatnya sedemikian besar seperti beliau wafatnya mengenaskan seperti itu. Itu bukti pengabdian beliau-beliau untuk umat ini, untuk Rasulullah Saw. demikian juga dengan wafatnya Sayidina Utsman, Sayidina Ali, Sayidina Hasan, dan Sayidina Husain serta ulama-ulama lainnya.

Oleh sebab itu kita jangan sekali-kali membenci salah satu dari para Sahabat. Banyak yang wajahnya bercahaya kemudian wajahnya menjadi butek, karena berkomentar tentang kejadian yang terjadi diantara para sahabat Nabi, yang kita sama sekali tidak tahu kejadian sebenarnya bagaimana. Wallah ‘A’lam.