Rabu, 13 Oktober 2010

Syekh GF Haddad: Nasihat Dzulqa'dah (1)



oleh Haqqani Indonesia pada 13 Oktober 2010 jam 3:20

Assalaamu ‘alaykum wa rahmatullahi wa barakatuhu: di bawah ini adalah nasehat pekan pertama bulan Dzulqa’dah 1431 H dari Shaykh Jibril Fuad Haddad yang telah diberikan ijazah oleh Shaykh Hisham Kabbani hafidhahu Allah untuk membantu para murid thariqah Naqshbandiyah Haqqaniyah di Indonesia.

Bismillahir Rahmanir Rahim

Bulan Dzulqa’dah bagian dari 3 bulan mulia dan suci (Dzulqa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram) baru saja dimulai. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan bulan sabit nan penuh kebaikan (hilal khayr) untuk ummat! Pada suhbah Jum’at pertama bulan Dzulqa’dah ini, Mawlanaa mewanti-wantikan akan adanya awan hitam pada bulan Muharram dan akan adanya bencana, dan yang menjalani kehidupan Islami akan terselamatkan. Beliau juga berkata bahwa “Allah Sang Mahasuci melindungi ummat Islam.” Semoga Allah subhanahu wa ta’ala sanantiasa memberkahi kita dengan perlindunganNya dan menganugerahi kita dengan para kekasihNya di dunia ini dan di hari kemudian. Mereka mengingatkan kita akan prioritas dalam hidup ini dan mengundang berkah Ilahiah berserta rahmatNya.

Oleh karena itu Mawlanaa berkata, “Sekarang hal ini sangat utama untuk mengatur hidup kita bersandar pada keinginan Allah, mengikuti tatanan langit, untuk membuat Tuhan pemilik seluruh surga meridai kita (apa yang kita lakukan). Ini adalah hal yang sangat utama bagi seluruh ummat manusia.” Semua ajaran, apakah itu Islami atau tidak, yang tidak mengingatkan kita pada hal utama tersebut adalah dari setan! Sepatutnya kita berkata: “audzubillahi minas shaytanirrajiim (70 x) dan Bismillahirrahmanirrahiim (70 x). Taubat (diri ini), ya Rabb!”

Mawlanaa berkata bahwa cerita tentang bangsa-bangsa yang dihancurkan adalah sangat relevan untuk kita pada saat ini. Kehidupan kita sangat diperlukan untuk selaras dengan keinginan Allah, dan Mawlanaa berkata: “Dan kita harus mengganti pakaian yang kita kenakan” dari yang berciri non-Muslim kepada kehidupan yang Islami. Ini adalah sunnatullah jika tidak ada perubahan di muka bumi, maka hukuman akan datang dan hujan kutukan turun. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengampuni dan melindungi kita. Apakah universitas Islam kita mengajarkan hal ini? Jika tidak, lalu apa manfaatnya universitas itu? Apakah ini yang diajarkan para cendikiawan Islam dan para ustadz terhadap kita? Jika tidak maka apa manfaatnya? Dan apakah mereka sudah mengubah cara hidup mereka selayaknya? Jika tidak apa manfaat dari gaya hidup mereka?

Salah satu masalah murid adalah niat yang mengambang, niat yang datang dan pergi. Hal ini bagai keju Swiss, penuh dengan lubang. Ini mencerminkan lemahnya adab kita dan kelemahan dalam kesungguhan berkonsentrasi! Lihat betapa sering Mawlanaa mengingatkan orang-orang untuk memperhatikan dengan kesungguhan ketika beliau memberi suhbah, beliau berkata: “duduk (yang baik), perhatikan, jangan bicara, jangan lihat pada kertas-kertasmu!” dan hal tersebut terjadi pada suhbah yang sangat singkat, lalu bayangkan dengan ketidaksungguhan kita dalam kehidupan kita? Tetapi tetap saja mengaku-ngaku sebagai pembawa risalah Mawlanaa kepada yang lain dan menjadi pembimbing bagi yang lain! Kita memohon pada Allah akan kesungguhan dan aspirasi mulia (himmah) pada thariqah ini.
Banyak manusia yang hanya berkutat pada kabar dan logistik dari bencana alam, tetapi tidak melirik pada sebab spiritual atau pun penawarnya. Mereka ingin mengetahui contohnya “kapan” dan “di mana” akan terjadi kejadian besar di muka bumi tetapi tidak bertanya “mengapa” atau peran apa yang mereka lakukan pada kejadian seperti itu. Apakah kita pernah menyadari bahwa kejadian seperti itu sebenarnya sepatutnya terjadi atau sudah kadaluarsa karena dosa-dosa kita? Seperti ketika Shah Naqshband qaddasallahu sirrahu berkata: “Ini suatu keajaiban kita masih bisa berjalan di muka bumi ini ketimbang kita ditelan oleh bumi ini karena dosa-dosa kita? {Sekiranya Allah tidak bermurah hati kepada kami, niscaya Dia melenyapkan kami} (28:22). Wahai Tuhanku, hamba telah berdosa, hamba mohon ampunanMu! Dan tidak juga aku mengelak akan kewajibanku: {Dan janganlah menganggap diri kamu suci} (53:32).

Begitu pula manusia tidak memperhatikan akan perisai yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada seluruh manusia dalam bentuk manusia seperti Sang Nabi salla Allahu alayhi wassalaam dan pewarisnya, para wali Allah. Allah subahanahu wa ta’ala berkata, {Dan sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmatNya kepadamu di dunia dan di akhirat, niscaya kamu akan ditimpakan adzab…} (24:14) Dan Dia berkata: {Tetapi Allah tidak akan menyiksa mereka selagi engkau (Sang Nabi) berada di tengah-tengah mereka: dan Allah tidak akan menyiksa, selama mereka masih suka meminta ampun} (8:33). Taubat hamba, wahai Tuhanku, ampunilah kami! (Musnad Ahmad). Diriwayatkan bahwa Sang Nabi berkata tentang awliya: “Melalui mereka dunia ini hidup, engkau menerima hujan, dan engkau mendapatkan kemenangan” (al Tabarani, al Bazzar); “melalui mereka hukuman terhindar” (Musnad Ahmad).

Kita memohon pertolonganNya. Lebih jauh lagi: kita mohon bantuan dan cintaNya. Kita memohon untuk keberhasilan di dunia ini dan di hari kemudian, petunjukNya, untuk terhubung bersama mereka yang mulia! Suatu tes kecil disebutkan oleh Mawlanaa terlepas apakah kita mampu melakukannya atau tidak. Beliau memberikan tes ini kala ada yang bertanya apakah perkembangan ruhaniah Sufi bagai keju Swiss nan penuh lubang? Mawlanaa menjawab bahwa itu sama sekali bukan suatu perkembangan. Perkembangan itu istiqamah. Dan pada hal itu ada suatu cara untuk mengukur perkembangan itu, dan alat pengukur itu adalah syari’ah: apakah Anda mampu melaksanakan hidupmu dalam kerangka syari’ah selama 40 hari? Tidak semuanya mampu. Sekarang Anda (salah seorang murid) baru saja melompat dan mengatakakan sesuatu kepada orang di luar sana. Menyebabkan nilai spiritual dari wacana tersebut turun, bagai pesawat yang menabrak kantong udara (tidak ada artinya). Hal remeh seperti menolehkan wajahmu saat suhbah adalah melanggar syari’ah sebagaimana hal itu tidak disukai sang shaykh dan para pendengar juga membutuhkan konsentrasi penuh untuk mendapat keterbukaan spiritual (fuyudat). Jika kita tidak sanggup untuk memperhatikan dengan seksama pada kurun waktu 20 menit (untuk melaksanakan syari’ah), bagaimana kita bisa melaksanakan selama 40 hari? Grandshaykh berkata: jika engkau mampu menjaga kesungguhanmu melaksanakan syari’ah hanya dalam 2 menit, maka akan kubawa engkau ke pemakaman dan kuperlihatkan untukmu keadaan orang yang ada pada kuburnya_ apakah mereka tersiksa atau bahagia.

Semoga Allah mensucikan jiwa para guru kita dan menjaga kita untuk bersama dan menapaki jejak langkah mereka. Semoga Allah tidak membiarkan kita walau sekejap pada ego kita atau meski lebih kecil dari bagian sekejap itu! Kita cuci tangan kita semampu kita dan kita bersandar padaNya, tidak pada diri kita sendiri! Bi hurmatil Habib wa bil hurmatil Fatihah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar